Bagaimana cara menjadi guru kreatif? wah ini baru pertanyaan yang
seru. Dikarenakan sejak blog ini dibuat tidak ada satu artikel pun yang
mengarah langsung kesana. Hal yang saya lakukan adalah banyak-banyak
menulis artikel tentang metode pembelajaran tanpa memberi cap
pembelajaran kreatif.
Tetapi membaca pertanyaan pak Agus Suyono di atas seperti menyadarkan
saya bahwa menjadi guru kreatif bukannya sekedar membuat anak senang
dan enjoy oleh permainan (games) yang seru, segar dan
lucu selama pembelajaran berlangsung. Tapi juga selayaknya guru mencari
metode pembelajaran yang bermakna dan membuat anak bisa semakin mengerti
apa yang guru ajarkan dikelas
Dalam artikel ini akan saya tuliskan, kondisi apa saja yang membuat
guru bisa menjadi kreatif bahkan tanpa harus menggunakan metode
pembelajaran yang terbaru. Sumber saya dapatkan dari http://www.edutopia.com
Guru menciptakan susasana kelas yang aman dan nyaman secara emosional dan intelektual
Terkadang siswa punya banyak pertanyaan dibenaknya, tetapi ada
semacam perasaan malu dan takut, dikira bodoh jika melontarkan
pertanyaan. Sebagai guru, kerja keras kita salah satunya adalam
menciptakan kelas yang memberik keamanan secara emosional bagi siswa.
Memang agar menjadi siswa yang percaya diri mereka perlu mengambil
resiko, tetapi di lingkungan yang tidak mendukung kenyamanan secara
emosional, siswa akan berpikir 1000 kali untuk mau bertanya dan
berpendapat.
Anda juga bisa membuat peraturan kelas yang isinya antara lain ‘Tidak
boleh merendahkan atau meremehkan pendapat orang lain’ Jangan lupa anda
juga memberi contoh dahulu kepada siswa untuk mengucapkan terima kasih
dan menhargai untuk setiap pertanyaan, atau pendapat dari siswa anda.
Jika ini terjadi dikelas anda dijamin kelas akan berubah menjadi kelas
yang setiap individu didalamnya salaing mendukung dan mudah untuk
berkolaborasi dalam berpengetahuan.
Tidak hanya sampai disitu saja, kelas yang membuat guru menjadi guru
kreatif semestinya juga aman secara intelektual. Siswa bisa mandiri dan
mengerti dimana letak alat tulis, dikarenakan semua hal dikelas sudah
disiapkan dengan rapih dan terorganisir. Siswa tahu apa yang harus
dikerjakan dikarenakan intruksi penugasan yang jelas oleh guru. Tidak
hanya jelas tetapi juga menantang dengan demikian siswa bisa
mengekpresikan kemampuannya dalam mengerjakan tugas yang guru berikan.
Guru mengukur dengan hati, seberapa besar keterlibatan (engagement) siswa dalam tugas yang ia berikan.
Saya jadi ingat sebuah pertanyaan yang bersifat reflektif mengenai
cara kita mengajar dan membelajarkan siswa. Pertanyaan nya begini “Jika
saya adalah murid saya sekarang, seberapa senang saya diajar oleh guru
seperti saya? “
Seorang guru yang ahli mampu menciptakan suasana kelas yang aktif
dalam pembelajaran di kelas yang diajarnya dalam presentasi keterlibatan
yang penuh alias 100 persen. Artinya, misalkan seorang guru mengajar
selama 40 menit, maka selama 40 menit itu pulalah, siswa belajar dengan
aktif dan terlibat penuh dalam pembelajaran.
Tentu tidak dalam semalam semua guru bisa 100 persen menciptakan
kelas yang aktif. Namun membutuhkan latihan dan latihan. Tetapi jalan
kesana akan lebih cepat apabila kita mau jujur bertanya pada diri
sendiri “Seberapa besar siswa aktif atau terlibat penuh dalam
pembelajaran yang saya lakukan?”.
5 menit terakhir yang menentukan
Jadikan 5 menit terakhir pembelajaran anda untuk merangkum, berbagi
atau berefleksi mengenai hal yang siswa sudah lakukan selama
pembelajaran.
Bagilah menjadi dua pertanyaan besar, misalnya bagian mana yang
paling berat dilakukan dan susah dimengerti. Pertanyaan selanjutnya,
pengetahuan baru apa yang kamu dapatkan hari ini? Dengan demikian
membuat siswa berdialog dengan dirinya sendiri mengenai proses belajar
yang telah dilakukannya.
Guru menciptakan budaya menjelaskan, bukan budaya asal menjawab dengan betul.
Ciri-ciri sebuah pertanyaan yang baik adalah pertanyaannya hanya satu
tetapi mempunyai jawaban yang banyak. Bandingkan dengan jenis
pertanyaan yang hanya mempunyai satu jawaban. Hal yang terjadi siswa
akan berlomba menjawab dengan benar dengan segala cara. Termasuk
mencontek misalnya.
Sebagai guru budayakan pola perdebatan atau percakapan akademis di
kelas kita. Saat mendengarkan rekan mereka berbicara dan berargumen,
mereka akan belajar memilih dan membandingkan pendekatan atau cara yang
orang lain lakukan untuk menjawab sebuah masalah yang guru berikan.
Sebagai guru saat memberikan soal berikanlah siswa beberapa peluang
kemungkinandalam menjawab sebuah soal. Misalnya soal yang bapak berikan
ini punya tiga alternative, bisa kah kamu menemukan ketiga-tiganya?
Guru mengajarkan kesadaran siswa dalam memandang sebuah pengetahuan.
Saat membelajarkan siswa, dikarenakan keterbatasan kita, terkedang
kita sudah membuat mereka menebak atau mengarang-ngarang sebuah jawaban
demi mendapatkan hasil yang benar. Hal ini siswa lakukan secara sadar
atau tidak sadar. Untuk itu mari kita letakkan gambar dibawah ini
disamping soal yang kita berikan kepada siswa di kertas soal.
Dengan demikian sebagai guru kita menjadi tahu saat siswa menjawab soal dengan salah tapi dengan keyakinan (for sure) atau menjawab soal dengan benar tapi dengan tidak yakin (confused). Menarik bukan ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar